Memuji atau memarahi anak secara berlebihan ternyata justru dapat membuat tujuan Bunda tidak tercapai. Sebaliknya, jika disampaikan dengan tepat, pujian ataupun teguran dapat menjadi sarana efektif untuk mengembangkan karakter anak. Hal-hal di bawah ini semoga dapat menjadi panduan Bunda dan Ayah dalam memuji atau memberikan teguran kepada si Kecil.
Mengapa Anak Perlu Dipuji atau Dimarahi?
Memuji dan memarahi adalah salah satu jenis komunikasi. Jadi, jika Bunda dan Ayah memujinya dengan kata-kata berlebihan dengan tidak tulus, atau memarahinya berlebihan dalam waktu yang lama, hal itu tidak akan menyentuh hati anak.
Memuji anak sebenarnya bertujuan agar anak lebih berani. Saat memuji, Bunda dan Ayah mengakui usaha anak dan ikut senang akan pencapaiannya. Namun pujian bukan berarti bahwa Bunda senang karena anak sudah mengikuti kemauan orang tua. Itu adalah bentuk kepuasan yang berbeda dengan pujian. Hindari melihat hasil akhirnya, dan fokus pada bagaimana ia berusaha.
Sebaliknya, memarahi anak bertujuan agar ia lebih berhati-hati dalam melakukan sesuatu. Bukan untuk melampiaskan kekesalan Ayah atau Bunda.
Bagaimana dengan Penggunaan Kalimat “Tidak Boleh”?
Kalimat “tidak boleh” bertujuan untuk mengajarkan anak mana yang baik dan yang buruk. Namun jika terlalu sering dimarahi dan mendengar kata “tidak boleh,” lama kelamaan bisa jadi ia tidak mau mendengarkan.
Ingatkan anak dengan kalimat yang singkat dan mudah dipahami, terutama jika ia melakukan hal-hal berbahaya yang mengancam nyawanya, ketika mengganggu orang, atau ketika melanggar aturan rumah serta masyarakat. Namun di atas semuanya, Bunda dan Ayah perlu ingat untuk memperlakukannya dengan sabar. Dengan mengevaluasi cara Bunda dan Ayah berkomunikasi dengan anak, diharapkan anak akan tumbuh dengan kepribadian lebih matang.
Bagaimana Cara Berkomunikasi secara Efektif dengan Anak?
Cara Bunda dan Ayah membangun komunikasi dengan anak dapat membuat anak tumbuh menjadi seseorang yang dapat menjalani hidup secara positif dalam situasi apapun. Tips di bawah ini dapat menjadi panduan.
Membangun kepercayaan
Jika Bunda dan Ayah memarahi anak dengan menyerang kepribadiannya, misalnya dengan berkata, “Kamu memang nakal, sih,” anak dapat kehilangan jati dirinya. Sebaliknya, jika orang tua dan anak membangun interaksi yang menimbulkan saling percaya, saat dimarahi anak akan sadar bahwa apa yang dilakukan orang tua tersebut bertujuan untuk kebaikannya sendiri.
Melihat dari sudut pandangnya
Hindari fokus pada hal-hal yang tidak bisa ia lakukan, tetapi pada usaha yang sudah ia lakukan. Ini dapat dilakukan dengan mencoba melihat dari sudut pandang anak. Misalnya, bagi orang tua, makan di meja makan dengan rapi dan menghabiskan semua sayuran adalah hal biasa. Namun bagi anak, ini adalah hal besar yang butuh usaha keras. Sehingga ketika ia bisa melakukannya, itu berarti anak telah berusaha semampunya.
Beritahu perasaan Bunda dan Ayah tanpa menghakiminya
Anak yang terus menerus mendengar kata-kata yang menghakimi seperti “bisa dan tidak bisa” atau “menang atau kalah” akan cenderung merasa tertekan. Sehingga ketika tidak berhasil dia akan kehilangan kepercayaan diri. Untuk menghindarinya, Bunda dapat berkata, “Ibu senang, kamu sudah berusaha, ya,” sehingga anak merasa usahanya dihargai dan ia merasa tetap percaya diri.
Tidak perlu mengungkit kesalahan yang lalu
Saat memarahi anak, Bunda dan Ayah mungkin terbiasa mengingat-ingat tindakan-tindakan salah anak di masa lalu. Sehingga Bunda atau Ayah jadi mengucapkan hal-hal seperti, “Kok masih diulang terus?” atau “Kan sudah dikasih tahu dari dulu, kok masih begini.” Jika demikian, anak hanya akan memiliki kesan “dimarahi” dan tidak akan mengerti apa yang salah.
Di sisi lain, ia mungkin juga tidak akan ingat tentang kejadian-kejadian sebelumnya. Maka ketika memperingatkannya, sebaiknya sampaikan dengan singkat, “Ini tidak boleh ya. Harus begini” sehingga anak mengerti maksud Bunda.
Menghargai usahanya
Sejak usia 1,5 tahun, anak mulai ingin melakukan beberapa hal sendiri. Meskipun tidak sempurna, Bunda dapat memuji anak dengan berkata, “Kamu sudah berusaha keras, ya”. Hindari mengomentari negatif seperti, “Kok jadi tambah berantakan?” atau “Kok nggak diselesaikan?”
Sebaliknya Bunda dapat berkata, “Hebat sudah sampai sini. Bunda bantu ya”, sehingga tidak melukai harga diri anak. Kalimat negatif seperti contoh-contoh di atas jika disampaikan terus menerus kepada anak dapat membuat citra dirinya menjadi negatif, sehingga rasa kepercayaan dirinya pun menjadi kurang.
Gendong dan kontak fisik
Selain berkomunikasi dengan kata-kata, Bunda dan Ayah juga dapat melakukan kontak fisik seperti menggendong, menggandeng tangan, mengelus bahu dan punggung. Sehingga anak-anak dapat merasakan kasih sayang yang mendalam dan merasa aman bersama orangtuanya.
Nah, mulai sekarang yuk, Bunda dan Ayah, puji dan tegur si Kecil sewajarnya dengan cara-cara yang paling efektif.