Apakah Aman Membedung Bayi?

Ada yang membedung bayi membantu mereka tidur lebih nyenyak. Benarkah? Berikut penjelasan lengkap tentang manfaat dan risiko, serta tips cara membedung bayi yang aman. 

Apa Itu Membedung Bayi?

Membedung bayi merupakan sebuah cara tradisional membungkus bayi dengan biasanya tungkai bagian bawahnya diluruskan dan kedua lengan bayi dibatasi dengan lembut dengan selimut ringan dan tipis. Ide di balik pembedungan ini adalah si Kecil merasa aman dan nyaman seperti saat mereka di dalam rahim ibu. 

Biasanya para ibu belajar tentang membedung bayi dari perawat di rumah sakit atau orang tua mereka. American Academy of Pediatrics (AAP) mengatakan bahwa ketika dilakukan dengan benar, membedung bayi bisa menjadi teknik untuk membantu bayi tenang dan tidur lebih nyenyak. 

Apa Manfaat Membungkus Bayi dengan Cara Ini?

Ada banyak yang bilang bahwa membedung bayi bisa membantu mereka lebih mudah tenang dan tidur lebih lama. Meski begitu tidak banyak penelitian yang mendukung teori ini. 

Sementara itu, ada juga yang mengatakan bahwa membedung mencegah bayi terbangun yang disebabkan oleh gerakan refleks yang membuat mereka terkejut. Hal ini berkaitan dengan kondisi kaki dan tangan bayi yang terbedung rapat sehingga kemungkinan mereka terkejut dan menggoyang-goyangkan anggota badan mereka semakin kecil. 

Selain itu, sejumlah orang tua menganggap bahwa tiga bulan pertama dari kehidupan bayi merupakan sebuah masa transisi dari rahim ke dunia nyata. Itulah sebabnya membedung akan membuat bayi lebih aman seperti saat di dalam rahim. 

Dari sisi medis tentang apakah membedung bayi ada manfaatnya atau tidak, para ahli masih belum menemukan kesepakatan. Jadi, jika Anda ingin membedung bayi, pastikan mengikuti panduan yang tepat agar bayi terlindungi. 

Bagaimana dengan Risiko Membedung Bayi?

Oleh karena cara ini mengondisikan kaki rapat dan lurus, maka bisa meningkatkan risiko masalah panggul. Dan jika bahan selimut yang digunakan menjadi longgar, bisa meningkatkan risiko kekurangan oksigen. 

Sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Pediatrics pada 2016 menunjukkan bahaya lain, yakni ketika bayi yang dibedung tidur miring atau tengkurap, maka akan meningkatkan risiko mengalami SIDS (sudden infant death syndrome). Untuk mereka yang tidur tengkurap, terutama pada bayi berusia enam bulan, risiko ini meningkat dua kali lipat. 

Meski studi tersebut tidak menjelaskan secara pasti mengapa risikonya menjadi berlipat ganda, tapi ini kemungkinan disebabkan bayi tidak bisa mengangkat kepalanya jika dia sulit bernapas. Dan jika selimut yang membedungnya menjadi longgar dan posisinya tengkurap, hal tersebut bisa meningkatkan risiko bayi mengalami sesak napas. 

Bagaimana Membedung Bayi yang Aman dan Benar?

membedung-bayi

Berikut cara membedung bayi yang aman dan benar: 

  • Bentangkan dan ratakan selimut, dengan satu pinggir terlipat ke bawah. 
  • Dalam posisi telentang, baringkan bayi di atas selimut, dengan kepalanya berada di atas pinggiran yang terlipat. 
  • Luruskan lengan kirinya, dan bungkus dengan selimut bagian kiri dan selipkan di antara lengan kanan dan bagian kanan tubuhnya. 
  • Lalu, luruskan lengan kanannya, dan lipat bagian kanan selimut ke bagian tubuh bayi dan selipkan ujungnya ke bagian kiri. 
  • Lipat atau lilitkan bagian bawah selimut secara longgar dan selipkan di salah satu bagian. 
  • Pastikan panggulnya bisa bergerak dan selimut tidak terlalu ketat. Cara memastikannya adalah jika Anda bisa memasukkan dua atau tiga jari ke bagian antara dada bayi dan kain bedung, maka posisi kain aman. 

American Academy of Pediatrics menyarankan orang tua untuk mengikuti panduan ini setiap kali menidurkan bayi, baik siang ataupun malam hari. 

  • Letakkan bayi pada posisi telentang, dan selalu monitor untuk memastikan bayi tidak berguling ketika sedang dibedung. 
  • Jauhkan selimut longgar dari sekitar tempat tidur bayi. Selimut longgar bisa menutupi wajah bayi dan meningkatkan risiko sulit bernapas. 
  • Hati-hati saat membeli produk yang mengklaim “bisa mengurangi risiko SIDS”. Menurut AAP kasur khusus dan pengganjal tidak mengurangi risiko SIDS.
  • Bayi paling aman tidur di tempat tidur bayi, bukan tempat tidur orang tua.
  • Membedung bayi bisa meningkatkan kemungkinan bayi menjadi terlalu panas. Ciri-ciri bayi kepanasan adalah berkeringat, rambut lembap, pipi merona, ruam panas, dan ritme napas cepat. 
  • Pertimbangkan memberikan bayi dot ketika tidur. 
  • Selalu posisikan tempat tidur bayi di area bebas rokok. 

Kapan Bayi Stop Dibedung?

Membedung sebaiknya dilakukan hanya ketika bayi baru lahir. Orang tua harus berhenti membedung ketika bayi sudah memperlihatkan tanda-tanda mencoba berguling. Banyak bayi mulai mencoba berguling pada usia sekitar 2 bulan. Pasalnya, mereka membutuhkan kedua tangan untuk menyesuaikan posisi kepala mereka saat berguling ke samping atau ke depan. 

Tentang berapa lama bayi berada dalam bedungannya sangat tergantung pada situasi. Jika dia terlihat bahagia dan puas, serta memiliki ruang gerak kaki dan badan yang cukup, maka berarti tidak ada masalah. Sebaliknya, jika dia mulai menendang-nendang bedungannya, ini bisa menjadi pertanda dia sudah tidak nyaman. Dan saat menyusui, sebaiknya lepas bedungan agar terjadi kontak kulit antara ibu dan si Kecil. 

Jika bayimu dirawat oleh orang lain, pastikan mereka mengetahui bagaimana membedung bayi dengan benar. Sediakan waktu untuk mengajarkan cara membedung dan pastikan mereka juga mengetahui posisi tidur bayi yang aman.  

Jika Anda memiliki pertanyaan tentang apakah harus membedung atau bagaimana melakukannya, jangan ragu untuk menanyakannya kepada dokter.

Sumber:

  • Pease, Anna S, et al., 2016. Swaddling and the Risk of Sudden Infant Death Syndrome: A Meta-analysis. Journal Pediatrics.
  • Healthy Children, 2020. Swaddling: Is it Safe?
  • McCarthy, Claire, MD. Health Harvard, 2020. Should you swaddle your baby?
  • National Children’s Trust. Swaddling a baby: the benefits, risks and seven safety tips.
  • NHS, 2013. Swaddling may damage babies’ hips, expert warns.
  • Baby Centre, 2018. What are the dos and don’ts of swaddling?

By dr. Arnold Soetarso, Sp.A

Dokter Spesialis Anak

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *