Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah segala bentuk tindakan penganiayaan, pelecehan, kekerasan baik fisik maupun psikis, atau ancaman yang terjadi di dalam rumah tangga. KDRT merupakan kejahatan yang masih banyak terjadi di dunia, bahkan di Indonesia.
Dikutip dari komnasperempuan.go.id, dari 11.105 kasus yang ada, sebanyak 6.555 atau 59% adalah kekerasan terhadap istri. Faktanya KDRT tak hanya mencakup kekerasan antara suami dan istri saja. Contoh kasus KDRT juga meliputi tindak kekerasan antara ibu terhadap anak, kakek terhadap cucu, atau bahkan kekerasan pada asisten rumah tangga.
Data tersebut bagaikan gunung es, masih banyak sekali yang belum terungkap. Penyebabnya karena korban takut untuk melapor atau rendahnya kepedulian lingkungan terhadap kasus kekerasan. Selain itu, masih banyak masyarakat yang mengetahui jika kekerasan dalam rumah tangga hanyalah kekerasan dalam bentuk fisik saja. Banyak sekali bentuk-bentuk KDRT yang jarang disadari. Berdasarkan UU PKDRT nomor 23 tahun 2004, ada empat bentuk kekerasan dalam rumah tangga, yaitu :
- Kekerasan fisik (Pasal 6)
Kekerasan fisik dapat berupa penganiayaan seperti memukul, menendang, menampar, mencekik, menjambak, dan tindakan lainnya yang melukai fisik. Kekerasan fisik di Indonesia tercatat banyak terjadi pada perempuan dan anak perempuan.
- Kekerasan psikis (Pasal 7)
Tidak hanya fisik, penganiayaan juga bisa secara psikis. Segala hal seperti penekanan, sikap posesif berlebihan, mempermalukan di depan umum, dan merendahkan adalah beberapa hal yang termasuk dalam kekerasan psikis. Saat mengalami kekerasan psikis, akan muncul rasa takut yang ekstrem pada pasangan. Korban menjadi sangat takut pasangan akan tersinggung dan marah. Korban juga kehilangan keberhargaan diri sehingga merasa tidak sanggup hidup tanpa pasangan. Akhirnya korban terus-menerus mengesampingkan kebahagiaan diri sendiri demi pasangan yang akhirnya menimbulkan rasa tertekan.
- Kekerasan seksual (Pasal 8)
Kekerasan seksual merupakan kasus KDRT terbanyak kedua di Indonesia setelah kekerasan fisik, namun kurang ditanggapi karena anggapan bahwa suami boleh melampiaskan nafus seksual pada istri dan istri harus menurutinya. Padahal dalam hubungan seksual yang sehat dibutuhkan consent (persetujuan), bahkan dalam pernikahan. Beberapa hal di bawah ini dapat disebut sebagai kekerasan seksual dalam rumah tangga:
- Pasangan menolak menggunakan kondom atau alat kontrasepsi lainnya dengan alasan yang tidak rasional
- Pasangan sering memaksakan hubungan seks meski Anda sedang tidak mau melakukannya.
- Pasangan menyakiti Anda dengan cara yang kasar saat berhubungan seksual
- Pasangan meminta Anda berhubungan seks dengan orang lain
Hal-hal ini dapat dikatakan kekerasan seksual jika terjadi berulang kali dan membuat Anda merasa sangat tidak nyaman. Bahkan Anda melakukan hubungan seks karena terpaksa, takut ditinggalkan, atau ketakutan lainnya.
- Penelantaran rumah tangga (Pasal 9)
Penelantaran rumah tangga adalah perilaku tidak bertanggung jawab yang terjadi dalam rumah tangga sehingga menelantarkan kewajiban yang seharusnya dilakukan. Hal-hal ini meliputi:
- Suami tidak menafkahi istri sebagaimana mestinya karena mabuk-mabukan, berjudi, berselingkuh, atau hal lainnya
- Istri tidak melakukan kewajibannya untuk menjaga dan mendidik anak-anaknya karena mabuk-mabukan, berjudi, berselingkuh, atau hal lainnya
- Suami tidak menafkahi istri, tetapi juga melarang istri untuk bekerja
Tiga contoh kasus di atas termasuk dalam KDRT penelantaran rumah tangga. Masih banyak orang yang tidak mengira ketiga hal tersebut masuk dalam bentuk KDRT. Padahal, menelantarkan keluarga untuk kepentingan diri sendiri dan alasan tidak rasional lainnya dapat dipidanakan.
Apa Hukuman untuk Orang yang Melakukan KDRT?
Bila Bunda mengalami salah satu dari bentuk kekerasan seperti yang sudah dijelaskan di atas, Bunda bisa segera melaporkan ke kepolisian. Dalam waktu 1×24 jam, pihak kepolisian wajib memberikan perlindungan sementara pada korban. Hukuman yang akan diterima oleh pelaku KDRT berbeda-beda, tergantung bentuk kekerasan yang dilakukan dan akibatnya. Hukuman pidana dan denda adalah hukuman terberat yang akan diterima oleh pelaku KDRT.
Para Bunda tercinta, bila Bunda berada di pernikahan yang dipenuhi kekerasan, sadarilah bahwa kekerasan bukanlah bentuk cinta. Apapun alasannya, menyakiti orang lain tidaklah dibenarkan. Memang sangat berat mengakui bahwa orang yang kita sayangi terus menyakiti kita, namun menyadari bahwa hubungan ini tidak sehat dan memberanikan diri untuk lapor adalah langkah awal untuk menata hidup yang lebih baik. Selalu ingat ya, bahwa Bunda tidak sendirian! Banyak orang yang peduli dan menyayangi bila Bunda mau meminta bantuan.
Sumber:
Komnas Perempuan. 2020. Instrumen Modul Referensi Pemantauan
DPR. Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.