Ada 7 Mitos Vaksin yang Harus Bunda Tahu

Apakah vaksin berbahaya? Benarkah vaksin bisa menyebabkan autisme pada anak? Ada banyak mitos vaksin yang beredar di luar sana yang membuatmu khawatir—dan berikut adalah kebenarannya. 

Mitos #1: Memberikan beberapa vaksin pada saat yang bersamaan berbahaya

Fakta: Memberikan vaksin yang berbeda pada saat yang bersamaan tidak menyebabkan efek berbahaya bagi sistem imunitas anak-anak normal. Namun hal yang orang tua perlu tahu dan ingat adalah jika vaksin tidak diberikan pada saat bersamaan, maka pemberian vaksin berikutnya diberi interval waktu 4 minggu. 

Berbagai studi sudah dilakukan untuk mengetahui efek samping dari memberikan berbagai kombinasi vaksin pada saat yang bersamaan. Dan hasilnya vaksin kombo menawarkan proteksi yang sama seperti suntikan tunggal. Plus vaksin kombo juga sudah melalui berbagai tes dan proses yang ketat untuk memastikan keamanannya. 

Dan saat ini semakin banyak vaksin yang diberikan secara kombo, seperti yang mengombinasikan DTaP, polio dan hepatitis B dalam satu suntikan. 

Mitos #2: Vaksin menyebabkan orang terkena penyakit

Fakta: Vaksin 98% efektif jika digunakan sesuai rekomendasi. 

Tidak ada vaksin yang 100% efektif. Untuk membuat vaksin lebih aman dibandingkan penyakitnya, bakteri atau virus harus dimatikan atau dilemahkan. Dan tidak semua orang yang sudah divaksinasi akan memberikan imunitas yang sama. 

Mitos #3: Vaksin DTP bisa menyebabkan Sudden Infant Death Syndrome 

Fakta: DTP tidak ada kaitannya dengan SIDS.

Salah satu mitos vaksin yang masih beredar dari dulu sampai sekarang adalah vaksin difteri, pertusis dan tetanus (DTP) bisa menyebabkan Sudden Infant Death Syndrome (SIDS). Asal muasalnya karena sejumlah anak yang meninggal karena SIDS baru saja divaksin DTP. Sekilas, dua hal ini sepertinya saling berhubungan. Akan tetapi hal ini sama sekali tidak benar, alias hanya mitos.

Faktanya, sejumlah studi dilakukan di periode 1980-an menemukan bahwa jumlah kematian yang dikaitkan dengan vaksin DTP dalam batas yang sudah diperkirakan. Dengan kata lain, kematian akibat SIDS akan tetap terjadi bahkan ketika tidak ada vaksin yang diberikan. 

Mitos #4: Bayi prematur terlalu lemah untuk divaksinasi

Fakta: Aman bagi semua bayi, termasuk bayi prematur, untuk mendapatkan hampir semua vaksin dalam jadwal yang sudah ditentukan.

Tidak hanya aman, tapi vaksin sangat penting untuk bayi prematur. Apalagi jika dibandingkan dengan bayi normal, bayi prematur lebih rentan terhadap penyakit yang bisa dilindungi dengan vaksin. Dan jika mereka sakit, komplikasi yang terjadi akan lebih rumit. Jadi, tetaplah berikan vaksin kepada bayi prematur sesuai dengan jadwal yang sudah dianjurkan oleh dokter. 

Satu-satunya pengecualian adalah vaksin hepatitis B (HBV). Bayi prematur dengan berat lahir di atas 2000 gram harus mendapatkan suntikan pertama virus ini tepat setelah lahir (sama seperti bayi normal). 

Untuk bayi dengan berat badan kurang dari itu, American Academy of Pediatrics (AAP) menyarankan untuk menunggu hingga bayi prematur berumur 1 bulan atau ketika sudah keluar dari rumah sakit (tergantung mana yang lebih dahulu) jika status Hepatitis B ibunya menunjukkan hasil negatif. Dokter akan memberitahukan kapan bayi akan mendapat suntikan HBV pertama dan suntikan berikutnya.

Mitos #5: Vaksin sudah melenyapkan semua penyakit di dunia, sehingga bayi tidak perlu diimunisasi lagi

Fakta: Sejumlah penyakit masih menjadi sumber epidemi di berbagai tempat. 

Memang benar bahwa vaksin membuat kita mampu mengurangi penyakit-penyakit yang bisa dicegah dengan vaksin. Akan tetapi, beberapa jenis penyakit ini masih lazim (bahkan menjadi epidemi) di berbagai negara. 

Saat traveling, para traveller ini bisa membawa penyakit ini ke negara lain. Dan jika tidak dilindungi dengan vaksin,  maka penyakit ini bisa menyebar dengan cepat dan mengakibatkan epidemi di tempat tersebut. Itulah sebabnya vaksin harus tetap diberikan. Alasannya ada dua; pertama untuk melindungi diri, kedua untuk memproteksi orang-orang di sekitar kita. 

Ada sejumlah orang yang memang tidak bisa divaksinasi dengan alasan tertentu (misalnya karena alergi parah terhadap komponen vaksin), orang dengan imunitas sangat rendah seperti penderita kanker yang sedang mendapatkan kemoterapi, penderita HIV, dll. Orang di dalam grup ini rentan terhadap penyakit, dan satu-satunya harapan adalah bahwa orang-orang di sekitar mereka memiliki sistem imun yang baik dan tidak akan menyebarkan penyakit.

Mitos #6: Vaksin menyebabkan autisme dan gangguan perkembangan lain

Fakta: Vaksin tidak menyebabkan autisme.

Ini adalah sebuah mitos vaksin terbesar dan terheboh.

Jika Anda penasaran mengapa ada isu yang menghubungkan antara vaksin dan autisme adalah berawal dari sebuah studi kecil yang diterbitkan oleh di The Lancet pada 1988. Studi ini menunjukkan bahwa kemungkinan ada hubungan antara suntikan MMR dan autisme. 

Namun pada 2010, The Lancet mencabut studi tersebut. Ternyata, dokter yang melakukan studi kecil itu tidak memiliki kredibilitas. Lisensi medisnya telah dicabut karena memalsukan data, memanipulasi hasil penelitian dan salah melaporkan hasil studi. 

Pada Januari 2011, British Medical Journal menyebut studi tersebut sebagai “elaborate fraud”. Dan pada 2019, sebuah studi yang diadakan selama satu dekade menemukan bahwa tidak ada hubungan antara autisme dan MMR. 

Mitos #7: Tunda pemberian vaksin jika anak sedang demam atau batuk

Fakta: Gejala-gejala seperti pilek, batuk atau demam biasa bukan alasan untuk menunda pemberian vaksin. 

Faktanya, vaksin tidak akan membuat demam biasa atau batuk anak menjadi lebih parah. Dan kondisi mereka tidak akan membuat vaksin tidak efektif. 

Jika si Kecil memang sedang mengalami sesuatu yang lebih serius, seperti demam tinggi, mungkin ada baiknya untuk menunda memberikan vaksin hingga kondisinya lebih baik. Oleh karena tubuhnya sedang melawan sebuah penyakit, pemberian vaksin bisa memengaruhi respons tubuhnya terhadap vaksin tersebut. 

Untuk lebih amannya, konsultasikan dengan dokter sebelum membawa bayi yang sakit untuk mendapatkan vaksin. Berdasarkan gejala-gejala yang dialami si Kecil, dokter akan bisa merekomendasikan apakah pemberian vaksin memang harus ditunda. 

Intinya, vaksin melindungi anak dan seluruh orang-orang di sekitarnya dari berbagai penyakit serius dan mematikan. Dan untuk memberikan imunitas yang optimal, semua orang sebaiknya divaksin, sesuai dengan dosis dan jadwal yang sudah ditentukan. Masih ada pertanyaan seputar mitos vaksin dan imunisasi yang membuatmu khawatir? Selalu tanyakan dokter kepercayaanmu agar lebih tenang. 

Sumber: 

  • WHO, 2020. Vaccines and Immunization: Myths and Misconceptions.
  • WhatToExpect.com, 2020. Common Myths About Vaccines, Debunked.

By dr. Arnold Soetarso, Sp.A

Dokter Spesialis Anak

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *