Wajar jika ibu khawatir saat anak belum memiliki kemampuan yang biasanya sudah dimiliki anak usia 2 tahun. Di bawah ini adalah beberapa pertanyaan yang sering ditanyakan para ibu seputar perkembangan balita 2 tahun. Simak yuk, Bun!
Di daycare atau tempat penitipan anak, anak saya (2 tahun 2 bulan) mengambil barang yang dipegang oleh temannya dan bertindak kasar terhadap si teman. Apa yang harus saya lakukan?
Hal pertama yang perlu ibu lakukan adalah mencermati penyebab tindakan anak. ibu dapat mencoba melihat apakah anak bertindak kasar karena tidak bisa mengungkapan perasaannya, atau karena ada masalah dalam perkembangan psikologisnya.
Jika anak belum bisa mengungkapkan pikiran dan perasaannya, tindakan menjadi cara untuk mengekspresikannya. Namun ada kalanya anak bisa saja mengalami stres, sehingga ia menghilangkan rasa kesalnya dengan cara berkelahi dengan teman.
Anak saya (2 tahun 4 bulan) belum bisa menyadari kapan ia ingin ke toilet. Bagaimana cara mengajaknya teratur buang air kecil?
Tanda ingin pipis pada setiap anak berbeda-beda. Ada yang menahan dengan tangan atau mondar-mandiri. Gunakan tanda-tanda tersebut untuk tahu kapan waktu mengajaknya toilet. Jika rentang lebih dari 2 jam ia tidak buang air kecil, berarti anak sudah bisa menahan pipis.
Dan agar ia menyadari apakah ia ingin buang air kecil atau tidak, ibu dapat menanyainya sesekali, “Mau ke toilet?” Namun karena masih belajar, ibu perlu memahami jika ia masih sering mengompol atau menahan pipis terlalu lama. Ibu juga dapat melatih dengan membiasakan anak ke toilet setelah bangun tidur di pagi hari, sebelum tidur, dan sebelum bepergian dengan mobil.
Anak saya (2 tahun 4 bulan) memegang alat makan maupun menggambar dengan tangan kiri. Apakah perlu memperbaikinya dari sejak kecil?
Secara keseluruhan jumlah orang kidal di dunia ini adalah sekitar 10-15%. Kidal bukan cacat dan merupakan perbedaan individual. Jadi tidak perlu diperbaiki.
Pada usia sekitar 2 tahun sebenarnya belum dapat dipastikan anak akan dominan memakai tangan yang mana untuk beraktivitas rutin. Maka lebih baik pada saat menggambar atau makan, ibu dapat perlahan mencoba mengalihkan sendok atau krayonnya ke tangan kanan. Akan lebih baik lagi jika ia dapat menggunakan kedua tangan.
Anak saya (2 tahun 6 bulan) tidak ingin melepaskan camilan yang disukainya ketika pergi belanja. Padahal saya tidak berniat membelikannya. Tetapi ia memaksa ingin dibelikan. Bagaimana saya harus bersikap?
Sebaiknya sebelum belanja ibu membuat kesepakatan antara ibu dan anak tentang barang-barang yang boleh dan tidak boleh dibeli. Jika anak melanggar, ibu sebaiknya tetap tegas berkata, “Tidak hari ini, ya.”
Ibu dapat menjelaskan alasannya, misalnya karena di rumah masih ada camilan yang belum habis. Jelaskan juga bahwa barang-barang di supermarket adalah milik supemarket jika belum dibayar. Jadi tidak boleh membawa benda seenaknya jika tidak dibeli.
Anak saya (2 tahun 6 bulan) belum mengerti kiri dan kanan saat memakai sepatu. Sebenarnya pada usia berapa anak mengerti kiri dan kanan?
Di usia ini wajar jika anak belum mengerti kiri dan kanan. Biasanya ia mulai bisa membedakan kiri dan kanan sejak usia 3 tahun, seperti memegang garpu dengan tangan kiri dan memegang sendok dengan tangan kanan.
Ibu dapat memperkenalkan kanan dan kiri dengan cara bermain atau melalui kehidupan sehari-hari, misalnya ketika memakai sepatu, menggambar, atau berjalan-jalan.
Anak saya takut dan menangis setiap kali melihat hewan-hewan kecil seperti lalat, semut, laba-laba yang tidak berbahaya. Bagaimana cara mengatasinya?
Ada berbagai penyebab mengapa anak takut melihat serangga. Bisa jadi ia takut karena pernah mengalami pengalaman tidak menyenangkan berhubungan dengan serangga. Misalnya saat memakai sepatu, ternyata di dalamnya ada kecoa. Atau bisa jadi ia takut karena melihat orang lain juga takut.
Ibu dapat mengurangi rasa takutnya dengan menceritakan bahwa serangga juga adalah makhluk yang berguna. Misalnya dengan membacakan cerita atau mengajaknya melihat-lihat serangga, “Wah lihat, semutnya sedang membawa makanan, lho,” atau “Lihat, kupu-kupunya sedang hinggap di bunga.” Dengan begitu anak akan melihat bahwa serangga juga adalah makhluk hidup yang menyenangkan.
Karena sering sibuk di rumah, saya sering membiarkan anak menonton TV dalam waktu lama. Apakah ini tepat?
TV punya dampak positif dan negatif bagi anak. Menonton tayangan TV yang tepat dapat membuat anak berpandangan luas, memperluas rasa ingin tahunya, dan juga membuatnya terhibur. Namun anak tidak bisa dibiarkan menonton TV sendirian terlalu lama karena:
- Ia belum mampu memilah mana tayangan yang baik dan buruk untuknya
- Membuat anak tidak bisa berkonsentrasi terlalu lama
- Komunikasi TV yang hanya satu arah dapat membuat sulit mengomunikasikan perasaan dan pikirannya atau sebaliknya, tidak bisa memahami perasaan orang lain
- Kurang bergerak aktif
Solusinya, batasi durasi anak menonton TV agar tidak terlalu lama. Pastikan ia menjaga jarak aman dari TV dan menonton TV dalam ruangan dengan penerangan cukup.
Selain itu ibu juga dapat menghubungkan apa yang sudah ditonton anak di TV dengan kehidupan sehari-hari. Pemahaman akan konsep sebab akibat dalam konteks sosial dan langkah-langkah penyelesaian masalah dapat dibahas oleh orang tua dari film yang anak tonton.
Selebihnya, upayakan agar anak dapat melakukan aktivitas lain seperti bermain dengan aktif bergerak menggunakan pancaindra dan berinteraksi dengan orang tua atau anak lain.
Saat ini banyak penawaran untuk mengikutsertakan anak dalam kegiatan sejak usia 2 tahun, bahkan sebelumnya. Haruskah kegiatan-kegiatan tersebut diikuti?
Bayi hingga usia 3 tahun adalah periode yang penting untuk perkembangan spontanitas anak. Jika tidak tepat, mengikutsertakan anak dalam kegiatan yang sebenarnya belum perlu dapat berdampak negatif pada spontanitasnya.
Jika anak belum memiliki rasa ingin tahu dan ingin dimengerti kemudian hanya mengikuti permintaan orang tua, dapat membuat membuatnya tidak mampu membuat keputusan tentang apa yang diinginkannya. Jadi, Bunda tidak perlu tergoda saat membaca iklan “mulailah sejak usia 2 tahun”, “jangan terlambat mengikutsertakan anak” dan sejenisnya.
Bermain saja dapat menumbuhkan kualitas otak serta kemampuan anak untuk mengendalikan otaknya. Dengan bermain, ia melakukan apa yang ingin ia lakukan. Ia dikejar rasa ingin tahu dan heran. Sedangkan menguasai sebuah keterampilan seperti bermain piano, misalnya, mungkin dapat berguna.