Walaupun Bunda mengalami kehamilan yang sehat, tapi ada kalanya, proses melahirkan tetap tak berjalan dengan mulus. Salah satu masalah yang bisa muncul adalah rahim robek saat melahirkan, atau disebut juga dengan ruptur uteri.
Komplikasi melahirkan ini biasanya terjadi pada Bunda yang melahirkan normal per vaginam setelah anak sebelumnya lahir dengan operasi Caesar.
Kondisi Rahim Robek Saat Melahirkan
Rahim robek saat melahirkan bisa terjadi karena ada bagian di dinding rahim yang lemah dan rentan, biasanya disebabkan jahitan operasi akibat operasi Caesar.
Saat melahirkan, ada kemungkinan dinding rahim meregang terlalu banyak, sehingga menyebabkan jahitan operasi akhirnya terbuka.
Selain karena peregangan dinding rahim yang terlalu banyak, rahim juga dapat robek saat melahirkan akibat:
- Dokter mengubah posisi janin menggunakan tangan untuk mempermudah proses melahirkan, baik internal maupun eksternal.
- Kontraksi rahim yang berlebihan.
- Pembuatan lubang di dinding rahim sebelumnya untuk pengangkatan organ.
- Bunda telah menjalani kehamilan beberapa kali sehingga fungsi rahim menurun.
- Bunda memiliki riwayat melahirkan dengan metode VBAC sebelumnya dengan menggunakan prostaglandin.
Kondisi ini sebenarnya sangat jarang terjadi. Rahim robek secara spontan saat melahirkan terjadi hanya satu kali dalam 17.000 kejadian melahirkan.
Potensi terjadinya akan meningkat pada ibu hamil yang ingin melahirkan dengan metode VBAC (Vaginal Birth After Caesarean), yaitu 1 dari 100 kelahiran.
Apa pun penyebabnya, rahim robek saat melahirkan dapat berdampak fatal jika sampai terjadi. Lewat robekan di rahim, bayi akan berpotensi untuk menyelip masuk ke dalam perut Bunda.
Akibatnya, Bunda akan mengalami perdarahan hebat dan bayi bisa mati lemas.
Tindakan yang Diambil Saat Rahim Robek
Dokter kandungan akan segera mengambil tindakan saat Bunda menunjukkan gejala-gejala rahim robek, seperti:
- Muncul rasa nyeri yang luar biasa di antara waktu kontraksi
- Kontraksi menjadi lebih lambat dan intensitasnya berkurang
- Perdarahan vagina dan pendarahan yang hebat
- Kepala bayi tidak masuk ke dalam jalur melahirkan
- Tanda-tanda vital janin melemah, seperti menurunnya detak jantung janin
- Kondisi Bunda pun memburuk, ditandai dengan detak jantung menurun, tekanan darah menurun, dan Bunda mengalami syok
- Proses melahirkan per vaginam gagal terjadi
Cukup sulit melakukan diagnosa terjadinya rahim robek saat melahirkan, apalagi rahim robek dapat terjadi secara tiba-tiba.
Namun jika terdiagnosa, maka bayi akan segera dikeluarkan dari rahim dengan cara operasi Caesar, terutama jika tanda-tanda vitalnya melemah, untuk menyelamatkan nyawanya.
Jika Bunda mengalami pendarahan hebat akibat rahim yang robek, maka rahim akan diangkat untuk mencegah pendarahan terus terjadi.
Jika tindakan ini diambil, maka membuat Bunda tidak bisa hamil lagi. Jika Bunda kehilangan banyak darah, maka akan segera dilakukan transfusi darah.
Sekitar enam persen bayi yang ibunya mengalami rahim robek saat melahirkan tidak dapat bertahan hidup, sementara sejumlah satu persen ibu yang mengalami rahim robek ini meninggal saat melahirkan.
Deteksi awal potensi rahim robek sangat penting untuk mencegah hal ini terjadi.
Apakah Rahim Robek Saat Melahirkan Dapat Dicegah?
Sayangnya kondisi rahim robek ini tidak dapat dicegah. Walaupun begitu, dokter kandungan dapat memprediksi potensi terjadinya rahim robek berdasarkan pemeriksaan kandungan yang dilakukan selama kehamilan.
Prediksi ini juga dapat dilakukan melalui penilaian dari riwayat kehamilan dan proses melahirkan Bunda sebelumnya.
Perempuan yang pernah melakukan operasi Caesar atau operasi rahim memiliki risiko yang lebih tinggi karena luka pada rahim bisa melemah dan robek. Terlebih, beberapa jenis luka cenderung lebih mudah robek selama persalinan per vaginam dibandingkan yang lain.
Vertikal tinggi
Jenis jahitan ini lebih banyak dilakukan pada operasi Caesar zaman dulu dan sudah jarang ditemukan sekarang.
Luka tipe ini, yang berawal dari atas sampai ke bawah, ini terkadang dilakukan untuk kelahiran bayi prematur. Operasi fibroid juga cenderung memiliki bentuk luka vertikal ini.
Horizontal
Jenis jahitan yang paling sering ditemukan dalam bekas luka operasi Caesar, dan memiliki risiko terendah Bunda mengalami rahim robek.
Vertikal rendah
Luka ini dibuat dari atas ke bawah di bagian bawah rahim. Luka ini memiliki risiko mengalami rahim robek lebih tinggi dibandingkan horizontal, tapi lebih rendah dibandingkan luka vertikal tinggi.
Bunda tidak akan bisa mengenali jenis jahitan yang Bunda terima saat melakukan operasi Caesar hanya dengan melihatnya. Untuk mengetahuinya, Bunda perlu bertanya kepada dokter atau mengonsultasikan catatan medis.
Selain itu, Bunda juga memiliki risiko mengalami rahim robek jika mencoba VBAC dan telah diinduksi dengan prostaglandins (seperti Cervidil) dan/atau oksitosin (Pitocin).
Jika potensi Bunda untuk mengalami rahim robek pada saat proses melahirkan, maka kemungkinan Bunda akan diminta untuk melahirkan dengan operasi Caesar.
Ini merupakan opsi yang tepat untuk menyelamatkan Bunda dan bayi. Setelah operasi Caesar dilakukan, dokter juga bisa langsung memperbaiki kondisi rahim Bunda yang rentan robek.
Jika Bunda dinilai terlalu berisiko untuk melahirkan dengan metode VBAC, maka sebaiknya pikirkan masak-masak konsekuensinya ya, Bunda. Berkonsultasilah dengan dokter kandungan dan bidan sebelum Bunda mengambil keputusan terbaik.
Sumber:
Healthline Parenthood. 2017. Pregnancy Complications: Uterine Rupture.
Grow by Web MD. 2021. What is Uterine Rupture?
What to Expect. 2020. Uterine Rupture during Pregnancy and Delivery.
Hello Sehat. 2021. Begini Cara Mudah Merawat Bekas Luka Operasi Caesar (Post SC).