Saya sempat lihat video yang sempat viral beberapa hari lalu di Instagram. Video tersebut memerlihatkan seorang security di sebuah mall sedang berusaha mengejar-ngejar seorang pria sambil diiringi dengan suara si Ibu yang mengambil gambar pria itu dengan nada panik. Pria itu diduga telah melakukan tindakan pelecehan seksual kepada beberapa anak kecil dengan menyentuh alat kelamin anak-anak tersebut.
Mungkin sebagian Bunda justru bertanya, memang apa masalahnya? Lho, nggak apa kan masih kecil? Apa itu sudah termasuk pelecehan seksual? Kok bisa hal itu sampai dilaporkan ke polisi?
Pelecehan seksual sendiri diartikan oleh Komnas Perempuan sebagai tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban. Hal ini termasuk seperti siulan, kata-kata yang mengandung unsur seksual, memperlihatkan materi pornografi dan keinginan seksual, serta colekan bagian tubuh, gerakan atau isyarat bersifat seksual.
Jika melihat dari kasus video viral dan definisi dari Komnas Perempuan di atas, tentu tindakan yang dilakukan pria tersebut sudah termasuk dari pelecehan seksual. Dan tindakan tersebut sudah masuk sebagai tindakan kriminal dan bisa dilaporkan.
“Lho, tapi kan anaknya nggak nangis, Bun? Nggak apa-apa berarti dia? Bukannya kalau nggak nyaman dan nggak suka dia pasti nangis?”
Itu dia masalahnya, Bunda. Anak-anak ini tidak mengetahui kalau dirinya menjadi korban pelecehan seksual. Tak hanya anak kecil, orang dewasa pun jika mengalami pelecehan seksual tentu tak semua bisa langsung bereaksi dengan memerlihatkan ketidaknyamanannya. Mereka mungkin bisa saja shock dan tidak tahu harus berbuat apa. Namun mereka bisa terus mengingat-ingat kejadian ini atau biasa yang disebut dengan trauma.
Menurut Psikolog Klinis, Mardiana Hayati Solehah, M. Psi bisa jadi trauma tersebut muncul ketika anak sudah beranjak dewasa. “Pada anak-anak, biasanya mereka yang paling sering merasa bingung karena belum sepenuhnya memahami apa yang terjadi pada mereka. Kemungkinan besar yang membuat mereka ketakutan, jijik, dll karena respons orang-orang dewasa sekitar. Bisa juga traumanya tertunda, karena mereka baru mencari tahu dan ngeh saat usia mereka sudah lebih dewasa.”
Apa yang Harus Bunda Lakukan Jika Anak Mengalami Pelecehan Seksual?
Walaupun kita berharap untuk anak-anak kita atau yang kita kenal jangan sampai mengalami pelecehan seksual, namun Bunda tetap harus mengetahui apa yang bisa dilakukan jika mengetahui ada anak yang mengalami pelecehan seksual? Menurut Psikolog Klinis, Mardiana Hayati Solehah, M. Psi ada 7 hal yang bisa kita lakukan:
1. Tetap tenang, jika Bunda panik ada baiknya anak dialihtangankan ke orang dewasa lain yang lebih tenang.
2. Pastikan keamanan anak. Kalau masih dekat dengan pelaku, anak bisa diamankan ke lokasi lain.
3. Tenangkan diri saat tahu anak menjadi korban pelecehan.
4. Tanyakan pemahaman anak akan kejadian tersebut.
5. Sampaikan pada anak bahwa itu bukan salah mereka dan orangtua tidak marah.
6. Kalau memang butuh visum atau pemeriksaan lebih lanjut, misal ke kepolisian, sampaikan pada anak bahwa akan ada orang-orang yg membantu anak. Saat mereka takut, orangtua akan selalu mendampingi prosesnya.
7. Mencari bantuan profesional untuk mengecek kondisi anak, seperti dokter atau psikolog.
Cegah Pelecehan dengan Edukasi Seks sejak Kecil
Saat membaca edukasi seks apa yang terlintas di pikiran Bunda? Apakah mengajarkan anak untuk melakukan hubungan seksual sejak kecil? Tentu bukan, ya Bunda. Seks punya arti yang lebih luas. Seks sendiri berasal dari bahasa Inggris sex, di mana bukan mengacu kepada hubungan intim tapi lebih menerangkan kepada jenis kelamin.
Jadi, edukasi seks itu apa? Edukasi seks adalah mengajarkan anak-anak tentang alat reproduksi (penis-vagina), seksualitas manusia, kesehatan seksual, persetujuan (consent), anatomi manusia, termasuk hubungan emosional juga lho, Bun!
Lalu, apa saja yang bisa Bunda ajarkan kepada anak tentang edukasi seks?
- Mengajarkan seluruh anggota tubuh dan fungsinya
- Jangan panik jika anak menyentuh alat kelaminnya
- Membiasakan ganti baju/ telanjang di tempat tertutup
- Menjelaskan perbedaan laki-laki dan perempuan
- Menghargai anak jika tidak ingin disentuh/dicium/dipeluk, dll.
Memang mengajarkan anak tentang edukasi seks tidak semudah yang dipikirkan, tapi Bunda harus membuang dulu pikiran-pikiran bahwa edukasi seks ini tabu. Jika kita sendiri menganggap ini semua tabu, bagaimana kita bisa mengajarkan anak kita? Semangat untuk mencobanya ya, Bund!
Artikel ini ditulis oleh Cinta Marezi, Content Lead dari Diary Bunda.