Haruskah Bayi Dibiarkan Menangis?

bayi menangis

Jika bayi menangis, biarkan saja. Itu bagus untuk latihan paru-paru” Apakah ini sesuatu yang tepat dilakukan? Berikut penjelasannya.

Mitos atau Fakta? 

Foto: freepik.com

Tangisan bayi adalah bahasa bayi. Itu caranya berkata, ”Mama, aku lapar!” atau ”Papa, tolong aku. Aku  kedinginan.” Tangisan membantu bayi bertahan hidup, karena ia akan menarik perhatian orang lain untuk memenuhi kebutuhannya.

Tanggapan atau respons orang tua terhadap tangisan bayi akan memberinya  pengalaman belajar tentang kendali dan aksi. Bayi yang dibiarkan menangis terus menerus mungkin  memang dapat diam dengan sendirinya.

Namun pikirkan lagi, bisa jadi itu karena ia sudah lelah dan pasrah akibat tidak mendapat respons. Bayi bisa menganggapnya sebagai penolakan, bahwa ia tidak cukup  berharga untuk menerima perhatian orang tua atau orang-orang dewasa di sekelilingnya. Ini berisiko  menghilangkan dorongan si kecil untuk berkomunikasi. 

”Ah, tapi bagaimana kalau si kecil menangis untuk memanipulasi dan mendapatkan keinginannya?” Mungkin ada pertanyaan seperti itu dalam benak orang tua. Saran ‘biarkan bayi menangis  keras’—didasarkan pada sebuah prinsip penguatan. Yakni, jika suatu tingkah laku tidak diperkuat (tidak ditanggapi), maka tingkah laku tersebut akan hilang. Sementara jika suatu tingkah laku diperkuat (ditanggapi), maka akan  diulangi lagi.

Hal ini masuk akal dan memang efektif untuk menangani perilaku bermasalah. Namun, akan  menjadi sebuah kesalahan bila menerapkan prinsip ini pada tangisan bayi. 

Lalu bagaimana jika ada yang mengatakan bahwa menangis baik untuk paru-paru? Ini hanyalah mitos. Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang dibiarkan menangis punya detak jantung yang tidak beraturan, tingkat oksigen yang lebih rendah dalam darah, dan tingkat hormon kortisol (hormon stres) yang  tinggi. Wah, justru kesehatan si Kecil dapat terganggu ya, jika sering dibiarkan menangis. 

Apakah Tangisan itu Tingkah Laku Buruk yang Perlu Dihilangkan? 

Foto: freepik.com

Padahal itu adalah cara bayi berkomunikasi, tanda atau sinyal untuk orang tua agar menanggapi. Apalagi  selama bulan-bulan awal hidupnya, bayi belum memiliki keinginan-keinginan personal yang egois.

Keinginannya memang apa adanya yang ia butuhkan saat itu. Akan berbeda misalnya, saat bayi usia 6  bulan—yang sudah mulai bisa berguling dan merayap—menangis ketika ia tidak diperbolehkan  memasukkan tangannya ke colokan listrik. Atau ketika bayi usia 10 bulan melepeh makanannya dan menangis kencang, karena biasanya orang tua akan menenangkannya dengan menyalakan televisi. 

Sungguh disayangkan, banyak orang tua telah diarahkan untuk percaya bahwa jika bayi digendong tiap  kali menangis, ia akan menjadi manja, menuntut, dan tidak akan pernah belajar tenang dengan sendirinya. Padahal, penelitian-penelitian terkini membuktikan hal yang sebaliknya.

Bayi yang segera didekati saat menangis dan tangisannya ditanggapi secara lebih peka, akan memiliki rasa aman dan mudah  membangun kelekatan. Nantinya, ia akan tumbuh menjadi balita dan anak yang lebih jarang menangis. Ia punya kepercayaan diri untuk mengeksplorasi lingkungannya, karena ia tahu ada orang yang bisa diandalkan untuk membantu jika ia menemui masalah.

Di sisi lain, ketika bayi tidak tumbuh dalam rasa aman, ia akan mudah merasa cemas, curiga terhadap orang lain, dan tidak bersemangat untuk melibatkan diri dengan apa yang terjadi di sekelilingnya. 

Bagaimana Menanggapi Anak yang Sering Menangis?

bayi menangis
Foto: freepik.com

Bila bayi sering menangis, jangan merasa ada yang salah dengan pengasuhan kita. Tetaplah merespons secara sensitif terhadap rengekan dan tangisannya. Coba kenali sinyal yang diberikan bayi dan atur kondisi agar ia mendapat keinginannya sebelum ia sempat menangis keras.

Jika ia sudah mengusap-usap mata  dan menguap, segera lakukan rutinitas menidurkannya. Ketika ia merengek, mengeluarkan suara kecap, dan mengemut punggung tangannya dengan bersemangat, segera susui si kecil.

Orang tua pun bisa mengajarinya menangis dengan lebih baik. Gendong dan bicaralah padanya dengan suara yang tenang. ”Sayang, ada apa? Bunda ada di sini kok. Tidak perlu menangis, yuk kita jalan-jalan lihat  pemandangan.”

Mungkin terkadang sulit untuk membuat diri kita sendiri tenang di kala si Kecil menangis, apalagi jika kita tidak bisa menemukan penyebabnya. Namun ingatlah bahwa semakin panik kita maka  bayi juga akan semakin gelisah dan rewel. 

Kesimpulan

Bayi baru lahir dan bayi muda hampir selalu membutuhkan bantuan kita untuk menenangkan dirinya. Ketika si kecil memasuki usia 1 tahun, ia dapat mulai belajar untuk melakukan hal ini bagi dirinya sendiri.  

Andalkan intuisi kita untuk melihat apakah bayi butuh respons segera atau dapat diberi kesempatan beberapa menit untuk mengatasinya sendiri. Sulit memang untuk memastikan, tapi menjadi orang tua juga berarti terus belajar ‘kan, ya? Kita perlu mengajarkan pada si kecil bahwa ada cara lain yang bisa ditempuh untuk mendapat keinginannya. Namun di saat yang sama, ia pun perlu tahu bahwa tangisannya bernilai.

Ditulis oleh: Orissa Anggita Rinjani, M.Psi. Psikolog, dari Rumah Dandelion

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *