Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh sebuah organisasi non-profit di Amerika menunjukkan 1 dari 100 wanita mengalami solusio plasenta. Walaupun jumlahnya masih sedikit, Bunda tetap perlu mengenali gejala, penyebab, pencegahan, dan pengobatannya agar tidak membahayakan kandungan.
Gejala & Penyebab Solusio Plasenta
Plasenta bertugas memberikan nutrisi dan oksigen pada janin di dalam rahim. Plasenta terletak di atas uterus. Setelah melahirkan, normalnya plasenta terpisah dari dinding rahim.
Namun pada kasus solusio plasenta, pemisahan ini terjadi terlalu dini. Hal ini akan berakibat pada gangguan pemberian nutrisi dan oksigen pada janin di rahim. Solusio plasenta biasanya terjadi pada kehamilan trimester ketiga.
Gejala solusio plasenta termasuk perdarahan di vagina, nyeri rahim, kontraksi yang berlangsung cepat, sakit perut, dan abnormalitas detak jantung bayi.
Solusio plasenta banyak terjadi pada ibu dengan ciri-ciri sebagai berikut:
- mengandung anak kembar
- mengalami kecelakaan, jatuh, atau kekerasan fisik
- mempunyai latar belakang darah tinggi
- mengalami komplikasi kehamilan
- penggunaan kokain
- hipertensi dalam kehamilan (termasuk sindrom HELLP, preeklampsia)
- kebiasan merokok
- alkohol
- benturan keras di perut
- riwayat solusio plasenta sebelumnya yang bukan karena benturan keras
- plasenta previa
Penanganan Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah keadaan yang terjadi secara mendadak dan memerlukan penanganan segera.
Bila Bunda mengalami gejala solusio plasenta, segera periksakan ke dokter. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, tes darah, dan biasanya disertai dengan pemeriksaan melalui ultrasound.
Gangguan solusio plasenta pada kehamilan minggu ke-24 sampai ke- 34, akan ditangani dokter dengan cara memberikan obat yang akan mempercepat pertumbuhan paru-paru bayi.
Selebihnya, Bunda akan disarankan untuk banyak beristirahat. Namun bila solusio plasenta terjadi pada kehamilan lebih dari minggu ke-34, dokter akan memberikan induksi atau menginisiasikan kelahiran caesar.
Tindakan Pencegahan
Plasenta yang sudah lepas dari dinding rahim tidak dapat menempel kembali. Agar tidak terjadi sesuatu yang membahayakan janin, Bunda lebih baik rajin melakukan kontrol kehamilan rutin. Bunda juga disarankan untuk mengurangi konsumsi obat hipertensi dan diabetes.
Bunda yang pernah mengalami solusio plasenta pada kehamilan sebelumnya, harus lebih berhati-hati. Pasalnya, ibu yang mengalami solusio plasenta sebelumnya berpotensi untuk mengalaminya kembali.
Sumber:
Mayo Clinic. 2020. Placental Abruption.
Web MD. 2020. Placental Abruption (Abruptio Placentae).
Healthline. 2018. What Is Placental Abruption?