Hai Bunda-Ayah! Jumat lalu (28/1/2022) Gita Hermanda dari tim Diary Bunda bertanya banyak nih, di acara kerjasama Instagram Live Diary Bunda dan Bocah Indonesia mengenai “Apakah Jenis Kelamin Anak Bisa Direncanakan?” Bersama dengan dr. Beeleonie, BMedSc, SpOG – KFER atau yang akrab disebut dr. Bee menjawab berbagai macam pertanyaan tentang pembentukan jenis kelamin dan juga kelainan yang bisa dialami.
Q: Bagaimana proses pembentukan jenis kelamin laki-laki dan perempuan?
A: Jadi, pembentukan jenis kelamin itu ditentukan oleh sperma, yang menentukan itu bukan wanitanya. Sperma itu kontribusinya kan dari para Ayah, ya. Jadi kalau sperma X membuahi maka yang terjadi adalah bayi perempuan, namun jika sperma Y yang membuahi maka yang terjadi adalah bayi laki-laki.
Q: Kapan jenis kelamin ini terbentuk, Dok?
A: Saat pembuahan. Jadi begitu sperma bertemu dengan sel telur, secara genetika itu sudah terbentuk. Kalau sudah hamil lalu bilang, “Dok ini kan baru kantongnya aja yang terlihat bisa nggak ya, dibuat jadi bayi laki-laki?” Ya, nggak bisa, karena pembuahan itu sudah terjadi.
Sperma X atau Y sudah masuk ke dalam sel telur, sehingga secara genetika sudah terbentuk jenis kelaminnya walau dari USG belum terlihat. Walaupun dari pemeriksaan genetika bisa menunggu hingga 10 minggu tetapi sesungguhnya proses di dalamnya sudah berjalan.
Q: Adakah tips untuk memeroleh jenis kelamin tertentu secara natural?
A: Sebenarnya apa pun yang Ayah-Bunda lakukan secara alami itu sama saja dengan melempar koin atau uang logam karena kemungkinannya 50-50. Tidak bisa kita harapkan mendapatkan satu gender tertentu dengan cara yang alami, seperti diet sayur-sayuran, makan daging, mencuci vagina dengan cuka, berhubungan seks sesuai kalender Cina, itu semua kemungkinannya hanya 50-50.
Q: Jadi presentase pembentukan jenis kelamin secara natural hanya 50-50 ya, dok?
A: Iya, betul. Karena kemungkinannya hanya dua kan, baby girl or baby boy. Walaupun sudah ada juga yang menuliskan tentang bagaimana cara mendapatkan bayi laki-laki itu kemungkinannya sebetulnya masih 50-50, sih.
Q: Lalu untuk menaikan angka probabilitasnya apakah masih bisa? Misal dengan program tertentu?
A: Bisa, bisa banget. Yang pertama kita bisa lakukan adalah dengan memilih sperma. Seperti salah satu pasien saya yang sangat ingin anak laki-laki, saya rujuk untuk pemeriksaan sperma. Ternyata setelah tes sperma memang 90% spermanya adalah sperma X, hanya 10% sperma Y. Jadi kita beri gambaran, kalau Ibu hamil 10 kali untuk mendapatkan bayi laki-laki kemungkinannya hanya 1. Berarti kita harus memilih 10% sperma tersebut, lalu kita masukan ke rahim ibu saat memasuki masa subur atau biasa disebut inseminasi.
Jadi kalau Ayah-Bunda ingin melakukan gender selection ada baiknya melakukan pemeriksaan sperma terlebih dahulu untuk mengetahui berapa persen kemungkinan laki-laki dan perempuannya. Kalau ternyata perbandingannya sangat jauh, lebih baik melakukan seleksi sperma.
Q: Bagaimana dengan IVF? Apakah kemungkinannya lebih besar?
A: Ya, kalau IVF lebih tinggi lagi kemungkinannya. Bukan hanya sperma yang kita pilih, tapi setelah terjadi pembuahan calon bayi itu kita sebut embrio ya. Embrio ini kita bisa melakukan pemeriksaan genetikanya, ya. Jadi kita bisa melakukan seleksi genetika dari embrio tersebut. Tentu saja seleksi genetika ini bukan hanya untuk melihat kelamin, kita juga bisa melihat adalah kelainan kromosom atau genetika lain.
Q: Jadi IVF juga bisa mendeteksi untuk kelainan ya, Dok?
A: Betul. Jadi misalnya Ayah-Bunda yang sebelumnya kurang beruntung anak sebelumnya memiliki kelainan kromosom, dan ingin menghindari kejadian yang sama. Jangan sampai bayi kedua ini saat lahir punya kelainan lagi. Untuk mengurangi emotional burden agar tidak terulang lagi, metode PGT (Preimplantation Genetic Testing) ini bisa jadi pilihan.
Q: Nah, jika dibandingkan Dok, perbandingannya metode inseminasi dan IVF seberapa besar untuk mendapatkan hasil kelamin tertentu?
A: Tentu saja kalau perbandingannya seleksi embrio itu jauh lebih tinggi, ya. Kalau kita pilih embrio laki-laki lalu terjadi kehamilan itu sudah 99% akurat. Tapi jika kita hanya memilih sperma, akurasinya akan lebih kecil. Karena sperma biasanya kita pilih melihat dengan pola dia berenang sperma X dan sperma Y itu dipilih. Tetapi karena sperma berjuta-juta kemungkinan sperma yang bukan kita kehendaki itu terbawa selalu ada. Kalau di luar negeri sudah lebih canggih, namun di Indonesia masih hanya melihat melalui pola dia berenang saja. Walaupun begitu angka keberhasilan kehamilan inseminasi masih di bawah IVF.
Q: Ketika dalam proses pembentukan jenis kelamin, bisakah ada perubahan?
A: Tidak. Jadi jenis kelamin itu saat umur 8 minggu laki-laki di 9 minggu jadi perempuan itu tidak mungkin seperti itu. Yang ada mungkin kesalahan dalam melihat, ketika sperma bertemu dengan sel telur dan sudah terjadi pembentukan identitas genetika nya sebagai laki-laki atau perempuan.
Q: Saya sering dengar tentang hemafrodit, apa itu sebenarnya dan mengapa bisa terjadi?
A: Sebetulnya hemafrodit itu kan istilah yang sering digunakan untuk binatang ya yang tidak memiliki gender laki-laki atau perempuan seperti cacing. Tapi pada manusia kita sebutnya gender dysphoria disfunction. Ini kasus yang banyak ya, secara fisik tidak sesuai dengan kromosomnya. Jadi bisa saja seseorang itu memiliki kromosom XY (laki-laki) tapi secara genital tidak terbentuk, penisnya kecil tapi dia tidak punya rahim karena secara kromosom dia adalah laki-laki. Tetapi karena kelainan tertentu, penisnya tidak terbentuk. Makanya kelihatannya dia seolah-olah seperti wanita karena penisnya terlihat seperti klitoris tapi agak lebih besar.
Nah, atau sebaliknya, sebenarnya dia laki-laki yang memiliki kromosom XY tapi dia kekurangan hormon androgen. Laki-laki itu kan harusnya didominasi hormon androgen tapi pada keadaan tertentu hormon androgen ini menjadi tidak bekerja atau organ tersebut tidak respon terhadap hormon androgen tersebut. Maka, payudara tidak tertekan, pertumbuhan payudara itu menjadi ada, atau pertumbuhan penisnya malah tertekan padahal secara kromosom dia adalah laki-laki.
Sehingga pasien-pasien seperti ini penampakan fisiknya adalah wanita. Bahkan banyak dari mereka yang sudah berhijab, dan keluhannya mereka biasanya penetrasi agak sulit kemudian sudah lama tidak punya anak, tidak pernah menstruasi, dan setelah dicek ternyata kromosomnya memang XY (yang seharusnya laki-laki). Kasus-kasus seperti ini disebut hemafrodit padahal sebenarnya agak berbeda secara terminologi, cuma secara gender (penampakan fisik) wanita tapi organ reproduksi di dalamnya itu bukan wanita secara kromosom juga dia bukan wanita.
Q: Apa yang menyebabkan hal ini bisa terjadi? Apakah ada yang bisa dilakukan Ayah-Bunda untuk mengantisipasi hal ini?
A: Banyak permasalahannya, ada yang disebut complete androgen insensitivity syndrome (CAIS), swyer syndrome, banyak kelainan-kelainan tersebut namun tidak semua bisa diantisipasi. Kalau CAIS itu sulit untuk diantisipasi karena seringkali tidak terdeteksi. Namun memang ada obat-obatan tertentu saat kehamilan yang harus kita hindari, karena beberapa obat bisa memengaruhi organ seks. Sehingga yang tadinya seharusnya tidak distimulasi malah terstimulasi dan berkembang.
Misalkan wanita dia terekspos oleh hormon tertentu, klitorisnya menjadi besar seolah-olah seperti penis, saat di USG terlihat ada tonjolan, “Oh, ini bayi laki-laki,” pas lahir ternyata itu adalah klitoris.
Nah, ini mungkin pas ibunya lagi hamil mengonsumsi obat-obatan tertentu yang merangsang pembentukan klitoris tersebut jadi lebih besar. Makanya, tidak semua obat itu boleh diminum oleh ibu hamil, dan harus tetap bertanya ke dokter kandungan masing-masing.
Q: Jadi, karena obat ya, dok? Apakah mungkin ada faktor lain?
A: Kalau CAIS, memang ada kesalahan dari pembelahan embrio tersebut memang secara mekanisme genetika nya itu error. Jadi itu tidak bisa kita hindari. Karena kasus hemafrodit itu tidak hanya satu, jenisnya banyak. Tidak semuanya bisa kita cegah.
–
Untuk selengkapnya, simak Live Instagram “Apakah Jenis Kelamin Anak Bisa Direncanakan” bersama dr. Bee di sini. Jangan lupa untuk follow Instagram @diarybundaapp dan @bocahindonesia_ ya, Bunda.