Apa Dampaknya Jika Bunda Sering Membentak Anak?

Mengasuh anak merupakan tanggung jawab yang besar. Anak-anak tidak selamanya manis, seringkali mereka pun berperilaku buruk, sebagai bentuk proses pembelajaran. Bunda pasti sering mendengar pepatah “kesabaran itu ada batasnya”. Sebagai orangtua, Bunda memang dituntut untuk sabar dalam menghadapi berbagai perilaku anak-anak, namun kadang ada tekanan yang terlalu besar membuat kita sulit bersabar. Belum lagi ada faktor lain yang bisa mempengaruhi emosi Bunda, seperti banyaknya tuntutan pekerjaan, kelelahan, kondisi fisik yang tidak fit, masalah dengan pasangan, dan lainnya. 

Ketika sedang berada dalam kondisi yang kurang fit dan mengalami banyak tekanan, manusia cenderung kesulitan untuk mengelola emosi-emosi negatifnya. Hal yang umum dialami oleh seorang ibu, terutama jika anak sedang tidak bisa diatur. Akhirnya Bunda pun kelepasan untuk membentak anak. Bila sekali, hal ini mungkin masih bisa ditoleransi. Akan tetapi, jika sering terjadi, membentak anak bisa menimbulkan dampak buruk pada mereka, yaitu: 

  • Berteriak memicu kecemasan dan depresi

Banyak penelitian membuktikan anak yang sering dibentak-bentak rentan merasa cemas, yang dapat mengakibatkan gangguan depresi. Ketika dimarahi dengan cara dibentak, anak secara alami akan merasa sakit hati, takut, dan sedih. Jika hal ini sering terjadi, kesehatan mental anak dapat terganggu. Dalam jangka panjang, anak dapat menjadi depresi dan stres. Mereka akan hidup dalam ketakutan dan penuh dengan rasa bersalah. Hal ini juga kemudian akan membentuk perkembangan emosi, mental, dan karakter yang negatif pada anak kelak. 

  • Merusak kepercayaan diri

Anak-anak yang sering dibentak cenderung kurang memiliki kepercayaan diri akibat merasa takut untuk melakukan sesuatu. Rasa takut berlebihan yang muncul menyebabkan anak kehilangan inisiatifnya untuk berani melakukan sesuatu. Kepercayaan diri yang rendah pun dapat menyebabkan anak kesulitan untuk bersosialisasi. 

  • Punya prestasi yang buruk di sekolah

Satu studi menyatakan “berteriak atau membentak”  untuk mendisiplinkan anak-anak, dapat membuat anak kesulitan untuk fokus pada studi yang dapat mengakibatkan prestasi sekolah anak cenderung buruk. Selain itu, anak juga cenderung memiliki masalah perilaku di sekolahnya karena sukar mengelola emosi-emosi negatif. Anak-anak yang terbiasa dibentak akan belajar bahwa membentak-bentak dan berperilaku buruk adalah respons yang wajar saat merasakan emosi-emosi negatif akibat meniru perilaku orangtua. 

  • Menimbulkan luka hingga dewasa

Bentakan merupakan bentuk kekerasan verbal. Saat anak terus-menerus mengalami kekerasan dari orangtua, maka akan menimbulkan luka.Luka psikis dapat berbekas pada ingatan anak dan cenderung bertahan lebih lama dibandingkan luka fisik, yang bisa mempengaruhi sifat dan karakter mereka saat dewasa. Dapat dikatakan bentakan terus-menerus dapat menyebabkan luka pada inner child. 

  • Anak akan mencontoh dan menjadi pemberontak

Anak menganggap berteriak adalah cara untuk menyampaikan pesan saat mereka marah. Mereka belajar dari perilaku orang tua terhadap mereka. Anak yang sering dibentak juga cenderung akan membalas dan berbalik meneriaki orang tua. Bentuk komunikasi yang buruk antara anak dan orangtua tersebut akan membuat anak sukar mempercayai orangtua sebagai tempat untuk berbagi. Dampak jangka panjangnya adalah anak cenderung menarik diri dari orang tua dan mudah dipengaruhi teman-temannya, terutama dalam kegiatan-kegiatan yang negatif, sebagai bentuk perilaku melawan pada orangtua. 

Tips Mengontrol Emosi dan alternatif Agar Tidak Membentak anak

long day working businesswoman back from office feel shocked and angry criticize her sad crying little girl mess up all over of living room sitting on wooden floor at home.

Mengelola emosi memang merupakan proses yang sulit. Sebagai manusia, ada waktu-waktu tertentu yang membuat kita kehilangan kesabaran. Walaupun begitu, melampiaskan amarah pada anak akan menimbulkan dampak buruk bagi anak maupun orangtua. Bila sampai saat ini Bunda masih sering membentak-bentak anak, coba yuk mengatasinya dengan cara-cara berikut ini : 

  1. Jauhkan diri sejenak dari anak saat marah

Bila kemarahan sudah memuncak dan anak sangat sulit untuk diberitahu, coba jauhkan diri sejenak dari si kecil. Time out ini bisa digunakan sebagai alternatif supaya Bunda dan anak sama-sama saling menenangkan diri. Bunda bisa mencoba untuk menarik nafas yang panjang, minum air putih, atau sesuatu yang bisa menenangkan Bunda secara instan. Setelah itu, barulah kembali lagi pada anak dan coba untuk bicara dengan mereka baik-baik. Hal ini sekaligus mengajarkan anak cara mengontrol emosi dengan cara yang lebih baik, saat mereka sedang marah. 

  1. Ceritakan tentang perasaan Bunda pada anak

Marah adalah emosi yang normal dan dapat dirasakan oleh semua orang. Oleh karena itu, cobalah untuk mengajarkan anak mengenai marah. Bunda bisa membicarakan tentang emosi pada anak, termasuk rasa marah. Tanyakan pada si kecil apa yang ia rasakan ketika melihat Bunda marah. Bunda juga bisa membicarakan perasaan Bunda dan dorong anak untuk melakukan hal yang sama.

Misalnya, Bunda menceritakan perasaan Bunda bila anak tidak mau makan. Rasa kecewa dan sedih bila diabaikan berubah menjadi rasa marah. Dengan bercerita, Bunda dan anak sama-sama belajar untuk berempati akan perasaan satu sama lain, serta mengkomunikasikan apa yang dirasakan dan diharapkan pada situasi tersebut. 

  1. Tatap mata anak saat berbicara

Terkadang, yang membuat anak tidak mau menurut adalah saat orang tua bicara bahkan tanpa melihat anak. Orangtua yang bicara namun sibuk dengan kegiatan lain juga membuat anak merasa diabaikan. Oleh karena itu, anak kemudian berperilaku buruk anak karena ingin mendapatkan perhatian penuh dari orang tua.

Bila memang itu yang terjadi, cobalah evaluasi bagaimana bahasa tubuh Bunda saat bicara dengan anak. Dibandingkan membentak, coba untuk berbicara baik-baik sambil menatap mata anak. Bicaralah dengan nada tegas, tetapi tidak menekan. Tetap hormati anak dengan menanyakan pendapat mereka dan ajak anak untuk mencari solusi bersama (win-win solution).

Sumber:

Healthline (2016). The Long-Lasting Effects of Yelling at Your Kids

By Mardiana Hayati Solehah, M. Psi, Psikolog

Psikolog Klinis

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *