8 Tanda Ibu Butuh Healing

Menjadi ibu adalah tugas yang berat dan penuh tanggung jawab. Mengurus anak, rumah, atau mungkin sekaligus pekerjaan kantor bisa membuat ibu menjadi sangat tertekan dengan berbagai tuntutan. Berbagai tekanan dan tuntutan tersebut dapat menimbulkan stres yang mempengaruhi kesehatan fisik maupun psikis ibu. Padahal, untuk merawat dan mendidik anak, butuh kesabaran dan energi yang besar untuk menghadapi si kecil. 

SUPERMOM! Banyak sekali ibu yang memaksakan diri untuk selalu kuat dan menangani berbagai tanggung jawab sekaligus. Belum lagi ucapan lingkungan yang menyatakan, “ibu nggak boleh capek”, “ibu nggak boleh ngeluh”, “ibu nggak boleh sakit”. Padahal ibu pun manusia, yang bisa merasakan lelah, sakit, dan stres. Oleh karena itu, ibu juga butuh istirahat maupun self healing untuk menenangkan hati dan pikiran. 

BACA: 7 Tips Mengelola Stres Ibu Rumah Tangga

Semua ibu membutuhkan istirahat, namun seringkali menyangkalnya karena khawatir dianggap tidak kompeten bila gagal menangani berbagai tanggung jawab. Ibu  kerap kali menyalahkan diri sendiri dan jarang mengapreasiasi apa yang sudah dilakukan selama ini. Seorang ibu pun kerap menunda-nunda pemenuhan kebutuhan dasar karena lebih memprioritaskan tugas maupun keluarga. Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa menimbulkan banyak masalah. Bila Bunda merasakan tanda-tanda ini, maka ini merupakan tanda bahaya yang perlu diwaspadai, yaitu: 

  1. Cepat marah

Apakah Bunda merasa akhir-akhir ini cepat marah? Bunda mungkin marah untuk hal-hal kecil, seperti saat si kecil menumpahkan air, bertanya hal yang sama terus menerus, atau saat anak menjatuhkan mainannya. Jika hal-hal kecil saja membuat Bunda mudah marah, mungkin artinya Bunda sedang sangat lelah, secara fisik dan emosional.

Bila Bunda tak cepat mengambil tindakan, emosi negatif yang terus menerus dibebankan pada anak bisa mengakibatkan dampak yang buruk. Anak bisa jadi pemarah, pembangkang, rendah diri, atau penakut. Terlalu sering memarahi anak pun berpotensi mengganggu hubungan antar anak dengan orangtua, sehingga anak ragu untuk bercerita pada ibu, cemas berdekatan dengan orangtua, dan sulit untuk menjalin komunikasi yang baik. 

  1. Menjadi kasar

Saat Bunda merasa emosi dan marah, Bunda melampiaskan pada anak bahkan dengan cara yang kasar. Memukul, mencubit, menjewer, dan sebagainya adalah beberapa contoh perbuatan kasar. Perbuatan ini tidak dibenarkan karena bisa memberi efek buruk pada perkembangan emosional si kecil. Anak bisa mencontoh perilaku kasar atau malah menjadi pendiam dan tidak percaya diri di masa depan. Selain itu, kekerasan fisik juga bisa melekat dalam pikiran anak dan mempengaruhi pertumbuhan emosional dan sosial mereka juga. 

  1. Sering sakit-sakitan

Kesehatan mental bisa mempengaruhi kesehatan fisik juga. Jika Bunda sering mengalami sakit kepala hebat, migrain, maag atau penyakit lambung lainnya, bisa jadi kesehatan mental dan emosi sedang terganggu. Bila Bunda sudah beberapa kali berobat, tetapi penyakit yang sama sering kambuh, mungkin Bunda butuh healing.

  1. Sering lupa

Pernahkah Bunda merasa ingin melakukan atau mengatakan sesuatu, tetapi kemudian lupa. Sering lupa atau bingung juga tanda-tanda Bunda butuh healing. Mungkin saja koordinasi otak dan fisik tidak berjalan selaras karena terlalu lelah atau stres. 

  1. Kepercayaan diri menurun

Apakah Bunda sering merasa diri tidak berguna, tidak mampu melakukan suatu hal, atau justru sulit bersosialisasi dengan orang baru? Hal ini bisa terjadi mungkin karena Bunda kerap memaksakan diri untuk memenuhi tuntutan-tuntutan irasional dari lingkungan maupun diri sendiri, serta membandingkan diri dengan sosok ibu lain yang dianggap lebih hebat. Tindakan ini akan membuat Bunda merasa tidak bahagia dan bisa menimbulkan gangguan emosi. 

  1. Mudah menangis

Ada kalanya menangis dapat menjadi pelepas emosi. Akan tetapi, jika Bunda sering menangis tanpa sebab, bisa jadi Bunda sedang mengalami depresi ringan. 

  1. Sulit tidur

Tanda-tanda lain ibu butuh healing adalah ketika Bunda kesulitan tidur. Bunda mungkin merasa sangat mengantuk dan lelah, tetapi saat waktunya tidur, tubuh justru terjaga. Bisa juga Bunda memiliki banyak pikiran sehingga sulit untuk tidur dengan nyenyak. Kurang tidur bisa memberi efek negatif baik untuk kesehatan fisik maupun emosional. Oleh karena itu, masalah tidur perlu diperhatikan dan ditangani secara serius. 

  1. Menarik diri dari pergaulan

Banyak ibu yang merasa kehidupannya jadi kosong dan hampa setelah memiliki anak. Bunda tak bisa lagi bergaul bersama teman, enggan mengikuti komunitas atau kegiatan lain karena takut direpotkan oleh anak, dan sebagainya. Padahal perempuan membutuhkan waktu untuk ngobrol dan bersosialiasi secara rutin. Saat Bunda kehilangan minat untuk bergaul, besar sekali kemungkinan Bunda sedang mengalami kelelahan. 

Mengurus anak merupakan tanggung jawab orangtua, terutama ibu. Walaupun begitu, tanggung jawab bukanlah alasan untuk mengabaikan kebutuhan-kebutuhan Bunda. Berhentilah memaksakan diri untuk memenuhi segala tuntutan, karena Bunda perlu memprioritaskan diri sendiri. Untuk bisa menjalankan peran sebagai ibu, Bunda perlu merawat diri Bunda lebih dulu. Oleh karena itu, sadarilah tanda-tanda kelelahan, perhatikan rawat diri (makan teratur, tidur cukup, rutin berolahraga), ambil rehat, luangkan waktu untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang disukai, dan tetap menjalin hubungan dengan teman-teman serta orang-orang yang Bunda sayangi. 

Ingatlah ya bahwa Bunda tidak sendirian kok! Ayah pun berperan dalam mengurus anak, sehingga libatkan Ayah untuk lebih berkontribusi. Sebaiknya Ayah-Bunda membuat pembagian tugas rumah tangga maupun pengasuhan anak. Mintalah bantuan dari orang-orang sekitar merupakan hal yang wajar kok, seperti sesekali menitipkan anak pada eyang maupun daycare, agar Bunda punya waktu untuk beristirahat. Sesekali menitipkan anak tidak lantas membuat Bunda menjadi ibu yang payah atau jahat. Ibu yang baik justru adalah ibu yang sehat dan peduli dengan dirinya sendiri, ya!

BACA: 5 Cara Jitu Pulihkan Trauma 

Sumber:

Medianet. 2021. Emotional Healing

By Mardiana Hayati Solehah, M. Psi, Psikolog

Psikolog Klinis

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *