Stunting, Cara Mencegah dan Mengatasinya

Stunting adalah gangguan tumbuh kembang pada anak yang perlu dicegah dan diatasi dengan tepat. Bila tidak segera diatasi, stunting bisa menyebabkan gangguan pada perkembangan otak serta penurunan kemampuan mental dan tingkat kecerdasan anak.

Anak dikatakan mengalami stunting apabila tinggi badannya lebih pendek daripada anak seusianya atau di bawah standar dari kurva pertumbuhan badan kesehatan dunia, WHO. Menurut data WHO tahun 2022, jumlah anak yang mengalami stunting di Indonesia masih lebih tinggi daripada negara lain di Asia Tenggara.

Sementara menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sekitar 1 dari 3 balita Indonesia mengalami stunting. Oleh karena itu, stunting masih menjadi masalah penting yang harus segera diatasi dan dicegah.

Berbagai Penyebab Stunting

Sebagian besar kasus stunting disebabkan oleh kekurangan nutrisi atau malnutrisi dalam jangka panjang. Ada beberapa kondisi yang bisa menyebabkan anak kekurangan nutrisi, yaitu:

  • Tidak mendapatkan ASI eksklusif
  • Tidak mendapatkan MPASI dengan gizi yang baik
  • Menderita penyakit yang bisa menghambat penyerapan nutrisi, seperti alergi susu sapi atau sindrom malabsorbsi
  • Menderita infeksi kronis, seperti tuberkulosis atau cacingan
  • Memiliki penyakit bawaan, seperti penyakit jantung bawaan atau thalasemia

Selain beberapa kondisi di atas, anak juga bisa mengalami malnutrisi karena dilahirkan dari ibu yang mengalami malnutrisi atau menderita infeksi saat hamil.

Cara Mencegah Stunting

Seperti yang telah disebutkan, stunting tidak hanya membuat anak memiliki tubuh yang lebih kecil atau pendek, tetapi juga bisa menyebabkan gangguan pada perkembangan otak. Hal ini bisa berdampak pada kecerdasan dan tumbuh kembang anak secara umum.

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia memfokuskan masyarakat untuk melakukan upaya pencegahan stunting pada anak. Berikut ini adalah beberapa upaya yang bisa Bunda lakukan:

  • Cukupi asupan gizi sebelum merencanakan kehamilan atau selama masa kehamilan.
  • Penuhi kebutuhan nutrisi, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan, yaitu sejak pembuahan sel telur sampai anak berusia 2 tahun.
  • Berikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan.
  • Ikuti panduan dalam buku KIA untuk menyiapkan makanan yang tepat.
  • Lakukan pemeriksaan rutin ke posyandu untuk memantau tumbuh kembang anak.
  • Pastikan anak mendapatkan imunisasi lengkap.

Cara Mengatasi Stunting

Untuk mencegah kondisi yang lebih parah, stunting harus segera diatasi. Pengobatan stunting bisa dilakukan dengan mengatasi penyebabnya, memperbaiki asupan nutrisi, mengonsumsi suplemen, serta menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

Nah, untuk menunjang keberhasil pengobatan stunting, Bunda bisa melakukan beberapa upaya berikut ini:

  • Membawa anak ke dokter untuk kontrol rutin apabila menderita penyakit kronis
  • Memberikan asupan makanan atau MPASI yang sehat dan bergizi
  • Memantau berat dan tinggi badan anak
  • Memperbaiki sanitasi rumah serta menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat

Apabila Bunda melihat pertumbuhan anak tertinggal dibandingkan anak seusianya, segera lakukan pemeriksaan ke dokter ya, Bun. Pemeriksaan ke dokter juga tetap harus dilakukan apabila anak sudah dikatakan mengalami stunting. Dengan begitu, pertumbuhan anak bisa selalu terpantau.

Sumber:

De Sanctis, et al. (2021). Early and Long-term Consequences of Nutritional Stunting: From Childhood to Adulthood. Acta Bio-medica: Atenei Parmensis, 92(1), e2021168.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2023). Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. Mengenal Lebih Jauh Tentang Stunting.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2023). Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. Prevalensi Stunting di Indonesia Turun ke 21,6% dari 24,4%.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2022). Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. Mengenal Apa Itu Stunting.

Penyakit Tidak Menular Indonesia (2018). 1 dari 3 Balita Indonesia Derita Stunting.

Balai Kesehatan Indera Masyarakat Provinsi Jawa Tengah (2023). 10 Cara Mengatasi Stunting pada Anak.

By dr. Kevin Adrian Djantin

Project and Collaboration Medical Editor Alodokter

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *