Mengapa Seorang Ibu Perlu Jalani Induksi Persalinan?

induksi-persalinan
Foto: istockphoto.com

Mendengar “induksi persalinan” mungkin membuat Bunda ngeri. Namun, jika dokter merekomendasikannya, kemungkinan besar karena alasan medis dan demi keselamatan Bunda dan bayi. Berikut adalah hal yang terjadi jika Bunda mengalami induksi persalinan. 

Apa Itu Induksi Persalinan?

induksi-persalinan-2

Induksi persalinan adalah proses merangsang kontraksi otot-otot rahim agar Bunda bisa melahirkan normal melalui jalur vagina. Proses ini khususnya dilakukan bila ibu hamil melahirkan di rumah sakit, bukan di rumah sendiri. 

Induksi persalinan biasanya direkomendasikan jika usia kehamilan mencapai 41 minggu, tapi belum ada tanda-tanda bahwa bayi akan lahir. Induksi dimulai dengan menggunakan obat-obatan atau metode lain. Untuk melakukan tindakan ini, serviks harus sudah melembut dan siap melahirkan. Tahap ini disebut pematangan serviks. 

Apa Tujuan Induksi Persalinan?

Seperti yang disebutkan di atas, persalinan diinduksi untuk menstimulasi kontraksi pada rahim agar Bunda bisa melahirkan Si Kecil secara normal atau melalui jalur vagina. 

Induksi persalinan direkomendasikan jika keselamatan kesehatan ibu atau janin terancam. Dalam kasus khusus, induksi persalinan dilakukan karena bukan alasan medis, misalnya karena Bunda tinggal jauh dari rumah sakit. Ini disebut induksi elektif, yang tidak boleh terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 39 minggu. 

Apa Persyaratan Induksi Persalinan?

Sebelum melakukan tindakan ini, dokter akan mendeteksi terlebih dahulu masalah yang terjadi pada ibu hamil.  Ini beberapa faktor yang menentukan apakah ibu hamil membutuhkan induksi persalinan:

  • Usia kehamilan sudah melebihi dua minggu dari hari perkiraan lahir yang seharusnya dan ibu tidak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Usia kehamilan lebih dari 42 minggu bisa menimbulkan berbagai risiko, misalnya bayi lahir mati. 
  • Ketuban pecah dini tanpa disertai kontraksi melahirkan selama 24 jam. Induksi perlu dilakukan untuk mengurangi risiko infeksi pada rahim atau bayi.
  • Janin tidak bergerak atau mendorong keluar padahal sudah cukup usia untuk lahir.
  • Terdapat komplikasi kehamilan, misalnya preeklampsia, diabetes, gangguan pada plasenta, atau infeksi pada air ketuban.
  • Pertumbuhan janin terhambat.
  • Terjadi infeksi pada rahim (chorioamnionitis).
  • Bayi dalam kandungan sudah berhenti tumbuh.
  • Cairan ketuban sedikit atau tidak cukup mengelilingi bayi (oligohidramnion).
  • Kondisi plasenta mulai memburuk.
  • Ibu mengalami abrupsio plasenta.
  • Ibu pernah melahirkan bayi lahir mati pada kehamilan sebelumnya.

Di samping itu, dokter juga mempertimbangkan usia kehamilan dan bayi apakah sudah siap dilahirkan atau belum. Jika bayi sangat prematur, dokter mungkin tidak akan melakukan induksi persalinan. Dalam hal ini, dokter akan menyarankan operasi caesar. 

Bagaimana jika untuk mengurangi rasa sakit ibu? Pada umumnya hal ini tidak dianjurkan.

Bagaimana Prosedur Induksi Persalinan?

induksi persalinan

Berikut tahapan proses induksi persalinan: 

1.Pencopotan atau pembersihan selaput ketuban

Dalam tahap ini, dengan jari bersarung tangan dokter atau petugas kesehatan akan membersihkan selaput tipis yang menghubungkan kantung ketuban dengan dinding rahim. 

2.Perobekan kantung ketuban

Merobek kantung ketuban bisa memulai kontraksi, dan membuatnya semakin kuat jika sudah dimulai. Dokter atau petugas kesehatan akan membuat sebuah lubang kecil di kantung ketuban untuk melepaskan cairan. Prosedur ini disebut amniotomi, yang bisa membuat ibu merasa tidak nyaman. 

3.Pemberian oksitosin

Ini adalah hormon yang menyebabkan kontraksi pada rahim, yang biasanya digunakan untuk memulai atau mempercepat proses persalinan. Kontraksi biasanya dimulai sekitar 30 menit setelah oksitosin diberikan. 

Sebuah obat yang mengandung oksitosin akan diberikan melalui tabung IV di lengan ibu, dengan dosis yang terus ditingkatkan dan dimonitor dengan seksama. 

4. Peletakan obat prostaglandin

Prostaglandin (juga diproduksi secara alami oleh tubuh) adalah obat yang digunakan untuk mematangkan serviks. Obat ini dimasukkan ke vagina atau diminum lewat mulut. Sejumlah obat jenis ini tidak digunakan untuk perempuan yang pernah menjalani operasi caesar atau operasi rahim untuk menghindari risiko robeknya rahim. 

5. Penempatan alat pematangan

Alat yang disebut laminaria yang berfungsi menyerap air ini akan dimasukkan untuk melebarkan serviks. Selain alat ini, sebuah kateter (tuba kecil) dengan bentuk balon yang ujungnya bisa dipecahkan juga dapat dimasukkan untuk melebarkan serviks dan membantu memulai persalinan. 

Apa Risiko dari Metode Ini?

Oleh karena menggunakan sejumlah cara, rahim bisa menjadi terlalu terstimulasi, yang menyebabkannya terlalu sering berkontraksi. Akibatnya, bisa terjadi perubahan kecepatan detak jantung janin, masalah tali pusar, dan isu lainnya. Itulah sebabnya saat menjalani proses ini, ibu dan bayi akan terus dimonitor dengan seksama. 

Berikut risiko induksi persalinan: 

  • Meningkatkan risiko infeksi pada ibu atau janin
  • Robeknya rahim
  • Meningkatkan risiko lahir secara caesar 
  • Kematian bayi

Risiko ini semakin tinggi jika ibu memiliki isu medis sebelum atau selama kehamilan.

Satu hal yang Bunda harus tahu, induksi persalinan tidak selalu berhasil. Jika gagal, Bunda mungkin perlu mencoba lagi atau melakukan operasi caesar. Dalam hal ini, kemungkinan ibu yang baru pertama kali melahirkan menjalani operasi caesar semakin besar, terutama jika serviks belum siap untuk melahirkan bayi.

Sumber:

American College of Obstetricians and Gynecologists. 2020. When Pregnancy Goes Past Your Due Date.

American College of Obstetricians and Gynecologists. 2018. Labor Induction.

Setiaputri, Karinta Ariani. Hellosehat (2021). Induksi Persalinan: Kapan dan Bagaimana Dilakukannya?

By dr. Linda Lestari, Sp.OG

Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *